1. Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi
yang lahir pada pertengahan dan akhir abad yang lalu, dilihat secara etimologis
mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas, yaitu “mind” atau
sederhananya jiwa dan “therapy” dari Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau
“mengasuh”, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan
terhadap aspek kejiwaan” seseorang.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Psikoterapi adalah cara pengobatan dengan
mempergunakan pengaruh (kekuatan batin) dokter atas jiwa (rohani) penderita,
dengan cara tidak mempergunakan obat-obatan, tetapi dengan metode sugesti,
nasihat, hiburan, hipnosis, dsb.
Menurut
Watson dan Morse (dalam Gunarsa, 2004) psikoterapi dirumuskan sebagai: bentuk
khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien
memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun
interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien
meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah
pikiran, perasaan dan tindakannya. Perumusan lain diberikan oleh Corsini yang
mengatakan bahwa psikoterapi sulit dirumuskan secara tepat. Corsini merumuskan
psikoterapi sebagai berikut: Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi
antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada
kemungkinan terdiri dari dua orang lebih pada setiap pihak, dengan tujuan
memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari
kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari
bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berpikir), fungsi
afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi
perilaku (ketidak tepatan perilaku)
2. Tujuan Psikoterapi
Tujuan psikoterapi antara lain:
1. Menghapus, mengubah atau mengurangi
gejala gangguan psikologis.
- Mengatasi
pola perilaku yang terganggu.
- Meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian yang positif.
- Memperkuat motivasi klien untuk
melakukan hal yang benar.
- Menghilangkan atau mengurangi
tekanan emosional.
- Mengembangkan potensi klien.
- Mengubah kebiasaan menjadi
lebih baik.
- Memodifikasi struktur kognisi
(pola pikiran).
- Memperoleh pengetahuan tentang
diri / pemahaman diri.
- Mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan interaksi sosial.
- Meningkatkan kemampuan dalam mengambil
keputusan.
- Membantu penyembuhan penyakit
fisik.
- Meningkatkan kesadaran diri.
- Membangun kemandirian dan
ketegaran untuk menghadapi masalah.
- Penyesuaian lingkungan sosial
demi tercapai perubahan dan masih banyak lagi.
Beberapa
tujuan dari para ahli mengenai Psikoterapi (dalam Gunarsa, 2004) adalah :
1. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik menurut Ivey, et al adalah membuat
sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi
kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan
menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis menurut Corey dirumuskan sebagai:
membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien
dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja
melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
3. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan Rogerian terpusat pada pribadi, menurut Ivey et
al adalah untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang
menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata
atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi
pertumbuhan dirinya yang unik.
4. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, dijelaskan oleh Ivey et al sebagai
berikut: untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan berperilaku dan untuk
mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan. Arah
perubahan perilaku yang khusus ditentukan oleh klien.
3. Unsur Psikoterapi
Menurut
Masserman (dalam Maulany, 1997) telah melaporkan delapan “parameter pengaruh”
dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal
ini termasuk :
1. Peran
sosial (“martabat”) psikoterapis
2. Hubungan
(persekutuan terapeutik)
3. Hak
4. Retrospeksi
5. Re-edukasi
6. Rehabilitasi
7. Resosialisasi
8. Rekapitulasi
4. Perbedaan Psikoterapi dengan
Konseling
Berikut
adalah beberapa perbedaan antara konseling dan psikoterapi (dalam Mashudi, 2012)
:
1. Konseling
pada umumnya menangani orang normal, sedangkan psikoterapi terutama menangani
orang yang mengalami gangguan psikologis.
2. Konseling
lebih edukatif, sportif, berorientasi, sadar, dan berjangka pendek. Sedangkan
psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tak sadar, dan
berjangka panjang.
3. Konseling
lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret. Sedangkan
psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah
serta berkembang terus.
5. Pendekatan Psikoterapi terhadap
Mental Illness
1.
Pendekatan Psikoanalisa
Banyak
menekankan faktor ketidaksadaran dan berlandaskan pada pengaruh aspek biologis
manusia. Tokoh : Sigmund Freud, Jung, Adler, Sullivan, Rank, Fromm, Horney,
Erikson.
2.
Behavioristik
Menurut
Ellis (Subandi dalam Tooyibi, M & Ngemron, M) , pendekatan yang cukup dekat
dengan behavioristik adalah pendekatan kognitif, yang menekankan proses
berpikir rasional dalam terapi. Pendekatan ini memandang manusia dari sudut
perilaku yang tampak, yang bisa diobservasi dan dan dikuantifikasi. Tokohnya :
Sigmund Freud, Figur-figur lain: Jung, Adler, Sullivan, Rank, Fromm, Horney,
Erikson.
3.
Humanistik
Pendekatan
ini sangat mementingkan nilai-nilai kemanusiaan pada diri seseorang. Tokoh :
May, Maslow, Frankl, Jourard.
4.
Client-Centered
Berlandaskan
pada pandangan subjektif atas pengalaman manusia, terapi clien-entered menaruh
kepercayaan dan meminta tanggung jawab yang lain besar kepada klien dalam
menangani berbagai permasalahan. Tokoh : Carl Rogers.
5.
Psikologi Transpersonal
Pendekatan
terapi yang menekankan aspek spiritual dalam diri manusia.
6.
Gestalt
Sebagian
besar merupakan terapi eksperimental yang menekankan kesadaran dan integrasi,
yang muncul sebagai reaksi melawan terapi analitik, serta mengintegrasikan
fungsi jiwa dan badan. Tokoh : Fritz Perls.
7.
Transaksional
Model
terapi kontemporer yang cndrung kea rah aspek-aspek kognitif dan behavioral,
dan dirancang untuk membantu orang-orang dalam mengevaluasi putusan-putusan yang
telah dibuatnya menurut kelayakan sekarang. Tokoh : Eric Berne.
8.
Rasional Emotif Terapi
Model
terapi yang sangat menekankan peranan pemikiran dan sistem-sistem kepercayaan
sebagai akar masalah-masalah pribadi. Tokoh : Albert Ellis.
9.
Realitas
Model
terapi yang dikembangkan sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi
realitas adalah terapi jangka pendek yang fokus pada saat sekarang, menekankan
kekuatan pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan di mana para klien bias
belajar mencapai keberhasilan. Tokoh : William Glasser.
6. Bentuk Utama Terapi
1. Terapi Psikoanalisis
Adalah teknik atau metoda
pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan
pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan
dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengubah kesadaran
individu, sehingga segala sumber permasalahan yang ada didalam diri individu yang semulanya tidak
sadar menjadi sadar, serta memperkuat ego individu untuk dapat menghadapi
kehidupan yang realita.
Didalam terapi psikoanalisis
ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan
interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien,
terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan,
ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk
menemui terapis. Karena focus utama dalam proses terapi ini adalah menggali
seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang
diungkapkan oleh klien.
Beberapa alasan mengapa tujuan utama dari terapi ini
adalah penyadaran individu, yakni :
a. Bila individu menyadari konflik intrapsikisnya atau
permasalahan yang ada dalam dirinya, maka individu tidak perlu lagi banyak
mengeluarkan energi psikisnya melakukan defence mechanism.
b. Penyadaran memungkinkan untuk membentuk kembali
struktur kepribadian yang selama ini terpisah, maksudnya adalah adanya konfilk
antara id, ego, superego yang selama ini tidak berjalan dengan baik. Proses
penyadaran dalam terapi ini mengajak individu untuk mengenali kembali dan
menerima bagian-bagian diri yang selama ini ditolak, diserang, dan
diproyeksikan terhadap orang lain. Setelah itu semua disadari, kemungkinan
secara bertahap bagian-bagian dari kepribadian individu akan kembali kokoh.
c. Penyadaran juga memulihkan kembali hubungan antara
dunia internal dan realita eksternal, sehingga individu dapat memandang dunia
secara nyata.
2. Terapi
Rasional Emotif
Menurut Ellis (dalam Gunarsa, 2004)
mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan saling berkaitan, namun
dalam pendekatannya lebih menitikberatkkan pada pikiran daripada ekspresi emosi
seseorang.
3. Terapi
Client-Centered
Terapi berpusat pada klien (Client
Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik
pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik
beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti
tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik
pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik
terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang
historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip,
tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
4.
Humanistik-Eksistensial
Terapi-terapi
psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak sadar,
seperti konflik-konflik internal yang terletak diluar kesadaran. Sebaliknya,
terapi-terapi humanistik-eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa
yang dialami pasien pada masa sekarang –“disini dan kini”- dan bukan pada masa
lampau. Tetapi ada juga kesamaan-kesamaan antara terapi-terapi psikodinamik dan
terapi-terapi humanistik-eksistensial, yakni kedua-duanya menekankan bahwa
peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi
tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga
berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Terapi kelompok terdiri atas
beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis terapi individual
yaitu :
a. Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan
kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif
dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu,
utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur,
kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan memaksimalkan nilai
diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar,
anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai problem yang sama”
c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu tehnik kelompok dengan
struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik
yang disadari pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi
antar anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya
bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma
pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut (tomg, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
Gunarsa, D.S. (2004). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Mashudi, F. (2012). Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD.
Maulany, R.F. (1997). Buku
Saku Psikiatri: Residen Bagian
Psikiatri UCLA. Jakarta. Penerbit Buku kedokteran EGC.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Jogjakarta. Kanisius.
.